Candi Cangkuang termasuk ke dalam wilayah Kampung Ciakar, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles. Secara geografis beradapada koordinat 7º 06’ 067” LS 107º 55’168”. Untuk mencapai Candi Cangkuang bisa naik bus atau elf jurusan Bandung-Garut, berhenti di alun-laun Leles, kemudian dilanjutkan dengan naik delman atau ojeg, atau berjalan kaki sejauh 3 Km.

Candi Cangkuang terletak di puncak bukit kecil di Pulau Panjang yang dikelilingi danau “Situ” Cangkuang, namun karena adanya pendangkalan pada sebagian danau maka salah satu sisinya menyatu dengan tanah di sekitar. Selain candi, ditemukan pula makam Arif Muhammad yang letaknya berdampingan dengan candi dan masih di areal Pulo Panjang ini terdapat pemukiman masyarakat adat Pulo.
Nama Candi Cangkuang diambil dari nama Desa Cangkuang tempat dimana candi tersebut ditemukan, namun ada yang berpendapat bahwa Cangkuang adalah nama tumbuhan/pohon Cangkuang yang banyak tumbuh di kawasan tersebut. Candi Cangkuang ditemukan kembali pada tanggal 9 Desember 1966 berkat usaha penelusuran oleh ahli purbakala Drs. Uka Tjandrasasmita terhadap buku Notulen Bataviach Genoot Schap yang ditulis oleh orang Belanda bernama Vorderman tahun 1893. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa di Desa Cangkuang terdapat makam kuna Arif Muhammad dan sebuah arca siwa. Penelitian tahun 1967/1968 dengan cara penggalian di sekitar daerah tersebut menemukan pondasi kaki candi dan serakan batu bahkan oleh penduduk digunakan sebagai nisan makam.

Pada tahun 1974 -1976 dilakukan pemugaran (rekonstruksi) bangunan candi yang dilaksanakan oleh proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional Depdikbud dan hasilnya seperti sekarang ini dan makam Arif Muhammad yang terletak di sebelah candi. Pemugaran dilakukan berdasarkan sisa pondasi dan sejumlah temuan lepas. Temuan batu-batu asli ± 20 % memang sangat terbatas, tetapi cukup mewakili bagian-bagian candi. Candi selesai dipugar dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 8 Desember 1976.

Candi Cangkuang berdenah bujur sangkar dengan ukuran panjang 4,5 m, lebar 4,5 m dan tinggi 8,5 meter dengan sebuah pintu masuk ke bilik utama di sisi timur. Candi terbuat dari batu andesit polos. Secara keseluruhan candi ini terdiri atas kaki, badan, dan atap. Kaki candi memiliki tangga yang diapit oleh dua pipi tangga menuju badan candi. Pada badan, terdapat bilik candi dengan arca Siwa dalam posisi duduk di punggung lembu (Nandi) dengan kaki kiri dilipat ke muka perut, kedua tangan arca patah, dibuat dari batu andesit, dengan tinggi 40 cm. Temuan arca Siwa yang merupakan dewa dalam Agama Hindu, menunjukan bahwa pembangunan candi untuk tempat pemujaan masyarakat yang beragama Hindu. Diduga oleh beberapa ahli bahwa candi dibangun pada abad ke-8 M, yang merupakan mata rantai yang hilang dari penemuan Candi Jiwa di Karawang (Abad ke-4), Candi di Wonosobo dan candi di Ambarawa pada abad ke-7 dan ke-8 M. Atap candi terdiri dari atas 4 tingkat yang bentuknya mengecil ke atas dengan kemuncak tunggal di atasnya.

Arief Muhammad merupakan tokoh penyebar Agama Islam di daerah tersebut (Ani Rostiyati, 1996:70-73). Arif Muhammad semula senapati Kesultanan Mataram Islam yang terletak di Yogyakarta, yang ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menyerang dan mengusir VOC/Kompeni di Batavia di bawah pimpinan J.P. Coen, pada abad ke 17 M. Usaha penyerangan tersebut gagal, pasukan Mataram Islam mengalami kekalahan. Dengan kekalahan tersebut Arif Muhammad tidak pulang ke daerah asalnya di Yogyakarta, melainkan melarikan diri ke daerah pedalaman priangan, tepatnya di daerah Leles, Garut. Selanjutnya Arif Muhammad menetap dan menyebarkan Agama Islam kepada masyarakat setempat yang kemungkinan besar menganut agama Hindu. Hal tersebut biasa dilihat dari adanya bangunan candi Hindu. Usaha mengislamkan penduduk setempat berhasil dan hingga sekarang seluruh penduduk setempat secara nominal beragama Islam.

Arif Muhammad membentuk keluarga dengan menikahi wanita setempat serta memperoleh enam anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Setelah meninggal, Arif Muhammad dimakamkan di dekat candi Cangkuang.

Makam Arif Muhammad merupakan rekontruksi dari bentuk aslinya, ketika pemugaran Candi Cangkuang tahun 1976. Makam berdenah empat persegi panjang berukuran 260 x 126 x 80 cm, dengan nisan ganda berbentuk empat persegi panjang berukuran 46 x 25 x 6 cm dipasang saling berhadapan jaraknya 1 m. Makam ini banyak dikunjungi oleh masyarakat, namun ada larangan adat yang harus dipatuhi yaitu tidak boleh berziarah ke makam pada hari Rabu. Hari Rabu dipakai hanya untuk kegiatan mengaji, ceramah dan mempelajari ilmu agama Islam.

Ditemukan pula kitab-kitab tulisan tangan yang ditulis di kertas yang terbuat dari kulit kayu pohon saeh, yaitu kitab tauhid, kitab jurumiah, kitab ilmu sufi, kitab fikih, ilmu bahasa, kitab doa, kitab khutbah Jum’at, dan Alm Qur’an. Kesemua kitab merupakan peninggalan Arif Muhammad yang sekarang disimpan di Museum Situs Cangkuang, tidak jauh dari makam Arif Muhammad.

Jalur Transportasi ke Objek Wisata Ini:
Untuk mencapai Candi Cangkuang bisa naik bus atau elf jurusan Bandung-Garut, berhenti di alun-laun Leles, kemudian dilanjutkan dengan naik delman atau ojeg, atau berjalan kaki sejauh 3 Km.

0 komentar:

 
Top